|
Oleh: Anis Ilahi |
“Benarkah sudah sebegitu sulitnya mendialogkan dua kebenaran di Organisasi Gerakan Pramuka ?”
Pengembangan TRW, merupakan salah satu agenda dalam Rekernas Gerakan
Pramuka yang begitu menarik perhatian. Dinamika forum rapat dalam
pembahasan agenda ini menunjukan beragam sikap anggota, ada yang setuju,
ada yang tidak setuju dan menolak keras, ada yang setuju dengan
catataan. 3 kelompok dengan argumentasi dan ilsutrasi pembahasannya,
dalam pandangan saya masing-masing mengusung kebenaran karena didasari
atas rasa cinta terhadap Gerakan Pramuka. Namun demikian saya
menyebutnya masih merupakan “kebeneran subyektif”, kenapa ? karena
kebenaran yang diusungnya masih belum bisa meyakinkan kelompok lain
secara tuntas, tas, tas. Kebenaran obyektif adalah kebenaran yang sudah
bisa diterima oleh seluruh pemangku kepentingan dalam organisasi. Oleh
sebab itu fungsi organisasi adalah untuk mendialogkan beragam “kebenaran
subyektif” para pihak, agar mampu dicapai “kebenaran obyektif”
seoptimal mungkin.
Sudah takdir kiranya, kalau kebenaran obyektif
(apalagi dalam organisasi) tidak pernah dapat dicapai 100%, sehingga
kemudian orang berkesimpulan bahwa kebenaran obyektif hanya milik Sang
Pencipta Jagat yang juga disebut dengan kebenaran obsolut, kebenaran
ilahiah, dan juga disebut kebenaran yang hakiki.
(ih ...rumit
amat ya, hehe... jadi kalau pembaca tidak setuju dengan terminologi
kebenaran yang saya yakini ini, mending tidak usah membaca kelanjutan
tulisan saya, soalnya saya juga takut kalau kena marah – apalagi marah
yang didasari Dasa Darma dan Tri Satya Pramuka, hih... nyelekit banget,
kata orang jawa ....)
Ada beberapa soal yang menjadi bahan
perbedaan pendapat dalam pengembangan TRW, seperti soal hukum, soal
prosedur, soal ekonomi, soal alih fungsi, soal masa jaminan keamanan
kerjasama dalam jangka panjang, soal sejarah, soal kepercayaan, soal
dampak lingkungan, soal integritas mitra kerja, soal, soal kapabilitas
tim, dst, dst. Pihak yang tidak setuju, menyebut bahwa semua soal itu
belum dilakukan, ditangani dan dianalisis dengan baik sehingga
berpotensi merugikan Gerakan Pramuka. Pihak yang setuju dengan catatan,
menyatakan bahwa soal-soal tersebut perlu lebih dikritisi dan hati-hati.
Dari dinamika di forum Rakernas, saya melihat bahwa para pihak yang
menolak dan setengah setuju itu belum betul-betul “well inform” tentang
penanganan semua soal di atas. Ka Kwarnas di forum itu menjelaskan
secara gamblang bahwa semua soal di atas telah ditangani dan dilakukan
dengan baik, hati-hati, telah cukup lama difikirkan, telah berkonsultasi
dengan jajaran Pemerintah Daerah dan Pusat (Mabicab, Mabida),
Lembaga-lembaga Terkait (BPK, BPKP, PBN, dst) dan melibatkanya diskusi
dengan para ahli di bidangnya. Meski demikian “kebenaran obyektif”
ternyata belum mampu dicapai. Pihak yang tidak setuju terus melaju.
Menurut saya seituasi itu, merupakan sebuah kewajaran karena soal yang
demikian komplek, tidak cukup memadai untuk “didialogkan” dalam waktu
yang terbatas dan dalam forum multi agenda seperti rakernas. Idealnya
perlu dilakukan dialog-dialog lanjutan – agar para pihak bisa bertukar
pikiran dengan jernih – bertukar data dengan obyektif – beragumentasi
panjang lebar, cerdas dan santun. (Bisa berhari-hari tuh dialognya
hehe.....)
Organisasai yang sehat adalah organisasi yang mampu
membangun “kebenaran obyektif” secara optimal. Kebenaran obyektif hanya
bisa dicapai melalui dialog dengan data yang lengkap, sikap respek satu
sama lain, kesediaan saling mengoreksi bukan saling menghakimi, cara
berargumentasi dan pilihan ilustrasi pembicaraan yang rasional, terukur
yang disampaikan dengan bahasa terpilih, menghindari dominasi mayoritas
dan tirani minoritas, dst, dst ... pokoknya yang baik-baik dan khas
Pramuka lah .... Ka Kwarnas sudah mempersilakan agar model ini
dilakukan, agar ada dialog dan penjelasan lanjutan yang lebih rinci dari
tim kepada semua pihak – kapanpun dan dimanapun.
(Catatan
tambahan, dalam rangka mempersiapkan Kerjasama Pengembangan TRW ini
Kwarnas membentuk tim, dan saya adalah salah satu anggota tim – meski
dalam tim pangkat saya hanya tukang “catet-catet” saja, hehe. Tulisan
ini bukan statemen resmi tim, hanya semata-mata pandangan dan refleksi
diri saya sendiri).
Saya meyakini, bahwa dengan berpegang pada
Kode Kehormatan Pramuka, simbol-simbol fisik dalam baju seragam pramuka
yang kita pakai setiap hari (merah putih, tunas kelapa, coklat muda dan
tua, burung garuda), simbol-simbol status yang melekat pada kita semua
seperti para andalan (yang dapat diandalkan), para mahir (yang sangat
menguasai bidangya), para pelatih (yang terpilih dan terpecaya melatih
pembina), para pembina (yang berdiri paling depan mendidik tunas-tunas
bangsa), sebutan persaudaraan bakti Kakak – Adik (sebuah sebutan yang
akrab dan ademmm ... yang bikin iri organisasi lain yang tidak punya),
para Pemangku Kepentingan Gerakan Pramuka yang berbeda pendapat dalam
hal ini, masih bisa “berdialog panjang” dengan semangat “take &
give” menghindari sikap “pokoknya” untuk berusaha semaksimal mungkin
mencapai “kebenaran obyektif”.
Kemampuan mencapai hal di atas
akan sekaligus menandakan seberapa besar organisasi ini “dewasa,
kredibel, penuh respek terhadap sesama dan penuh nilai”. Sebaliknya jika
tidak mampu mencapai hal itu barangkali organisasi ini memang sedang
terluka – siapa yang melukai barangkali juga anak-anaknya sendiri –
termasuk saya tentu saja, tetapi kalau hanya saya yang melukai tentu
tidak separah itu – jadi yang melukai ya kita semuanya dengan pedangnya
masing-masing ... hehehe. Nuwun sanget.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, Tinggalkan komentar untuk perbaikan blog ini.
Pilih "Nama/Url" kalau tidak punya akun google