Responsive Ads Here

Monday, July 30, 2012

KEKAWATIRAN ILMUWAN AS RON HARRIS TENTANG BENCANA DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

Pada suatu sore, penulis kedatangan seorang tamu dari Bringham Young University - USA. Beliau bernama Professor Ron Harris, seorang ilmuwan di bidang Geologi yang cukup banyak melakukan penelitian mengenai kegempaan di Indonesia, bahkan sebelum terjadinya gempa besar Aceh 2004. Berbicara dengan beliau, membuat nafas ini terasa sesak. Betapa tidak, Ron yang berkebangsaan Amerika ini sedemikian khawatirnya dengan kondisi kesiapan masyarakat Indonesia bahagian Timur, yang sepertinya belum sempat tersentuh sosialisasi tentang gempa.

Ron pernah membuat sebuah tulisan berjudul Who's Next? Assessing Vulnerability Geophysical Hazard in Densely-Populated Regions of Indonesia. Tulisan yang diterbitkan di tahun 2002 itu, memberikan penjelasan mengenai seismic gap yang paling berbahaya di Indonesia. Daerah daerah rentan bencana itu merupakan daerah padat penduduk. Yang dimaksud Ron adalah daerah di bahagian barat pulau Sumatera yang memiliki sistim patahan sumatera dengan panjang 1600 Km. Ron memperkirakan saat itu, bahwa wilayah tersebut telah lama terkunci, dan sewaktu-waktu akan melepaskan energi yang dapat mengakibatkan terjadinya gempa berskala M8 lebih..! (Sumber, Ron Harris, Bridges fall 2002 anual report. Artikel ini dapat diunduh di http://kennedy.byu.edu/bridges/pdfs/BridgesFall02.pdf).

Ron melanjutkan ceritanya. Berdasarkan hasil penelitiannya itu, Ron berusaha melakukan sosialisasi hasil penelitiannya ke berbagai pihak. Dia menginformasikan ini ke Institusi di Indonesia maupun ke pemerintah Amerika Serikat. Akan tetapi, upayanya tidak membuahkan hasil yang cukup signifikan. Paparannya tidak menyebabkan kedua negara melakukan tindakan persiapan, maupun sosialisasi kepada masyarakat, agar mereka siap siaga dalam menghadapi kemungkinan datangnya bencana besar.

Kejadian gempa Aceh 2004, benar-benar membuat Ron terpukul. Saya mengalami stress berat, sehingga harus menjalani perawatan selama 3 tahun setelah peristiwa itu jelasnya. Penulis masih bisa merasakan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam dari ekspresi wajah dan intonasi suaranya. Ron bukanlah orang Indonesia. Ron hanyalah seorang ilmuwan yang merasa tanggungjawab keilmuannya telah gagal menyelamatkan ratusan ribu nyawa. Padahal dia tahu bahwa peristiwa tersebut dapat terjadi sewaktu-waktu.

Setelah kesehatannya pulih, Ron memutuskan untuk melakukan hal yang lebih dari sekedar menulis publikasi ilmiah dan mengajar. Dalam presentasinya, dia memulai dengan sebuah pertanyaan, Apakah tanggungjawab kita ?. Pertanyaan ini dia jawab sendiri dengan memaparkan 3 hal yaitu: 1. Melakukan peneltian fundamental, dan memonitor bencana alam. 2. Menyampaikan hasil yang relevan ke masyarakat, khususnya masyarakat yang terkena dampak langsung. 3. Implementasi usaha-usaha multidisipliner yang dibutuhkan untuk menerapkan strategi mitigasi yang efektif di seluruh dunia.

Ron tidak sekedar mengajak. Ron tidak ingin berhenti di lembar-lembar jurnal ilmiah saja. Dia ingin, hasil penelitiannya memang benar-benar dipahami oleh masyarakat. Dia ingin melakukannya secara langsung. Sejak beberapa tahun yang lalu, Ron secara rutin mengunjungi Indonesia setiap tahun, untuk melakukan langkah nyata dari apa yang bisa dia upayakan. Sasaran utamanya adalah wilayah Indonesia bahagian Timur. Mengapa ke sana..? Ron menjelaskan bahwa wilayah Indonesia bahagian Timur diancam bencana yang sama dengan wilayah Sumatera dan Jawa. Pasca gempa 2004, pemerintah Indonesia cukup banyak melakukan sosialisasi penanggulangan resiko bencana di wilayah Indonesia bahagian Barat sampai Bali. Akan tetapi, sosialisasi ini belum menyentuh wilayah Timur (tulisan lengkap mengenai ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di daerah Indonesia bahagian timur akan dituliskan secara terpisah).

Berdasarkan penelitiannya, berbekal cacatan sejarah dari Arthur Wichman, dia melakukan penelitian mengenai potensi gempa di Indonesia bahagian timur dan melakukan sosialisasi sedapatnya dengan masyarakat yang ada di sana. Ron mempersiapkan peta dan petunjuk evakuasi bersama beberapa rekan yang mendukung setiap usahanya. Menurut Ron, secara sejarah kegempaan, banyaknya kejadian gempa akhir-akhir ini bukanlah hal yang aneh. Pola kegempaan ini dari dahulu sama saja. Akan tetapi, populasi penduduk yang meningkat sangat cepat. Sehingga, korban yang ditimbulkan akhir-akhir ini menjadi jauh lebih besar dibandingkan di masa lalu.

Ron punya rumusan yang sederhana mengenai apa yang diupayakannya. Di akhir paparannya dia melemparkan sebuah pertanyaan lagi. How much is a human life worth ?. Lanjutnya, Biaya yang dikeluarkan untuk membangun Tsunami Early Warning system, dapat mencapai 600 juta dolar. Akan tetapi, peralatan ini belum menunjukkan hasilnya dalam menyelamatkan nyawa manusia. Tanda peringatan tsunami, boleh jadi hanya berharga 10 dolar saja. Tapi, dia dapat menyelamatkan ribuan jiwa.

Menyimak paparan Ron, rasa-rasanya seluruh elemen bangsa ini harus segera mengarahkan perhatian ke Indonesia bahagian timur. Upaya Ron dan kawan-kawan, sekalipun tidak memanfaatkan teknologi tinggi, tapi perlu dilakukan segera. Peta bahaya tsunami, petunjuk evakuasi, maupun sosialisasi, merupakan hal yang mendesak. Kita tidak tahu kapan bencana itu akan datang. Ron telah memulainya, mari kita lanjutkan harapannya agar saudara-saudara kita di Indonesia bahagian timur, dapat memiliki kesiapan jika sewaktu-waktu bencana itu datang. Who's Next ?

(Ket gambar - Prof. Ron Harris, saat memberikan penjelasan kepada regu Pramuka di daerah Maluku (sumber presentasi Prof. Ron Harris).


Sumber: website BNPB

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungannya, Tinggalkan komentar untuk perbaikan blog ini.
Pilih "Nama/Url" kalau tidak punya akun google