Oleh T. BACHTIAR
KARENA
asas kesukarelaan berubah menjadi kewajiban tanpa disertai tambahan
keterampilan yang memadai, maka Gerakan Pramuka menjadi mandeg. Secara
kuantitas, Pramuka pernah mengalami lonjakan yang dahsyat, namun bersama
melonjaknya jumlah anggota tersebut, justru kualitasnya semakin
menurun, menukik masuk ke lorong hitam.
Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka serta Kode Etiknya tak
terbantahkan, bahwa Gerakan Pramuka mempunyai tujuan yang sangat mulia
dalam membina generasi muda Indonesia yang mencintai negaranya,
mencintai bangsanya.
Namun yang terjadi sejak kejar target
sejuta anggota, praktik gerakan ini menjadi berubah. Di sekolah-sekolah,
Gerakan Pramuka berubah menjadi sekadar gerakan memakai baju Pramuka
setiap hari Jumat atau Sabtu. Mereka hanya memakai baju Pramuka yang
diwajibkan untuk dibeli dari sekolah. Setelah itu tanpa ada upaya
menambah wawasan dan keterampilan kepramukaan. Karena memakai baju
Pramuka tanpa ujian dan keterampilan, maka kebanggaan sebagai anggota
Pramuka menjadi luntur, bahkan menghilang.
Kemandekan gerakan
Pramuka yang cukup lama itu sesungguhnya tidak menyurutkan semangat
anak-anak muda untuk menjadi generasi muda yang dinamis sebagai pemandu.
Karena Gerakan Pramuka menjadi tidak memiliki tantangan dan
keterampilan, maka gerakan yang bertujuan mulia dalam membuna generasi
muda ini menjadi kehilangan fokus gerakan di benak anak muda. Akibatnya
Gerakan Pramuka tidak menjadi lagi denyut jantung anak muda. Ternyata
brand image Gerakan Pramuka yang melemah itu tidak menyurutkan anak muda
dalam beraktivitas yang bersifat kepramukaan. Mereka tetap dinamis dan
kreatif dan mencari atau membentuk wadah-wadah baru yang dapat
menyalurkan semangat jiwa mudanya secara positif.
Karena
kualitas pembinaan di sanggar-sanggar Pramuka terus merosot, maka
keberadaan gerakan ini menjadi sekadar formalitas, sekadar menjadi
pelengkap struktur di sekolah-sekolah. Karena kepala sekolah biasanya
otomatis sebagai majelis pembina gugus depan.
Kemandekan
Pramuka yang sangat lama itu telah menyebabkan gerakan ini tidak
menyadari telah kehilangan keterampilan dasarnya.
Keterampilan-keterampilan dasar Gerakan Pramuka dimanfaatkan oleh
aktivitas anak muda lainnya, yang dirasakan dapat memberikan jawaban
akan hasrat mudanya. Keterampilan kepramukaan seperti Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) secara khusus telah dimanfaatkan oleh
anggota Palang Merah Remaja (PMR), baris-berbaris dimanfaatkan dengan
sangat baik oleh Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), pengetahuan
kepolisian dimanfaatkan oleh anggota Polisi Sekolah, keterampilan hidup
di alam bebas telah dengan baik dimanfaatkan oleh siswa pencinta alam.
Inilah yang disebut misteri kehilangan. Para pembina, instruktur dan
anggota Gerakan Pramuka tidak menya dari bahwa mereka telah kehilangan
keterampilan dasarnya.
Reposisi dan revitalisasi
Gerakan Pramuka yang tanpa keterampilan dengan brand image yang lemah,
perlu segera diselamatkan dengan jalan sesegera mungkin menga dakan
reposisi dan revitalisasi. Reposisi bisa berarti: 1. Penempatan kembali
ke posisi semula, 2. Penataan kembali posisi yang ada, dan 3. Penempatan
ke posisi yang berbeda.
Karena gerakan ini sudah kehilangan
fokus pembinaannya sehingga ditinggalkan para kawula muda, maka kembali
ke asas dan prinsip dasar gerakan semula merupakan langkah awal yang
patut dipertimbangkan.
Peningkatan kemampuan pembina dan
instruktur perlu ditingkatkan secara mendasar dan mendalam.
Kursus-kursus pembina dan instruktur itu semestinya bukan sekadar
pembinaan mental di ruang-ruang kelas seperti yang sering dilakukan
selama ini. Langkah awal ini adalah jalan agar para pembina dan
instruktur di sanggar-sanggar mempunyai keterampilan dasar kepramukaan
yang andal dan teruji, bukan sekadar bisa tepuk Pramuka atau menyanyi Di
Sana senang di Sini Senang.
Karena kemahiran dan keterampilan
dasar gerakan kepramukaan itu mutlak dikuasai oleh para pembina dan
instruktur, maka para pembina dan instruktur itulah yang harus menjadi
prioritas pembinaan dalam langkah pertama.
Langkah kedua bila
pembina dan instruktur sudah mahir dalam keterampilan dasar Gerakan
Pramuka, maka anak-anak muda itu dilatih keterampilan-keterampilan dasar
kepramukaan tersebut.
Berlatih dan terus berlatih sehingga
terampil dan mahir. Anggota Pramuka menjadi sempurna karena berlatih,
paling tidak menjadi jauh lebih baik. Tanpa latihan yang baik, tidak
akan ada keterampilan. Karena tak memiliki keterampilan, maka anggotanya
tak akan mempunyai kebanggaan, malahan bisa malu berbaju Pramuka dengan
tidak memiliki kemahiran.
Revitalisasi gerakan Pramuka
merupakan langkah yang sangat bijaksana untuk bangkit dari keterpurukan
ini. Revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau
menggiatan kembali. Salah satu cara untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka
agar kembali ke prinsip-prinsip dasarnya adalah dengan cara membuat
strategi pembinaan yang lebih menyeluruh.
Gerakan Pramuka
sebaiknya cukup hanya pada tingkatan SLTA. Adanya Gerakan Pramuka di
perguruan tinggi, sesungguhnya karena ketidakpahaman akan prinsip dasar
gerakan ini.
Ini contoh langkah yang bisa dipertimbangkan untuk
dilakukan di sekolah-sekolah. Misalnya pada semester satu dan dua
seluruh siswa dibekali keterampilan dasar Gerakan Pramuka, namun tidak
dalam kemasan baju Pramuka, seperti: baris-berbaris, P3K, cara hidup di
alam bebas, dan lain-lain sampai tingkat terampil dan mahir. Baru pada
semester 3 mereka diperkenankan untuk memilih wadah mana yang akan
diikutinya setelah mereka diberi keterampilan dasar tersebut.
Penutup
Ini adalah kejadian nyata beberapa tahun yang lalu di Ranca Upas,
Ciwidey, Kabupaten Bandung. Tempat berkemah ini berada di kaki Gunung
Patuha yang sejuk, malah teramat dingin pada malam hari. Pada musim
libur sekolah, banyak pelajar yang berkemah di sini, tak terkecuali
anggota Pramuka. Saat melintas arena perkemahan itu, dengan riang para
siswa ceria sesuai dengan jiwa mudanya, mengenakan celana panjang dan
jaketnya yang hangat warna-warni, tahan hembusan angin dan kedap air.
Kupluk pembalut kepalanya pun penuh warna dan modis, bahkan ada beberapa
anak yang memakai kaos tangan.
Di tempat terpisah yang tak
jauh dari sana, ada anggota Pramuka dari sebuah SMA sedang mengadakan
pengarahan, mereka berkumpul dalam posisi melingkar. Anggota putrinya
terlihat masih memakai rok dengan baju seragamnya tanpa jaket. Padahal
malam itu dinginnya bukan main. Dari contoh kecil di atas, anak muda
mana yang mau malam-malam yang menggigil itu hanya memakai rok dan baju
tanpa jaket?
Pramuka yang seharusnya sangat paham akan keadaan
alam, sehingga bisa melindungi diri dari keadaan hawa yang dingin, yang
terjadi sebaliknya. Sementara siswa lainnya berkemah dengan sehat dan
bergaya, anggota Pramuka tak paham, bahwa kalau udara dingin harus
memakai penutup tubuh lebih rapat lagi, sehingga dapat mempertahankan
diri dari dinginnya hawa, sehingga sehat selama kegiatan.
Saya
berpapasan dengan salah seorang pembinanya, lalu saya mengajukan usul
agar peserta perkemahan, khususnya anggota putri untuk memakai celana
panjang dan jaket. Jawabannya sungguh di luar perkiraan saya. ”Bapak
menghina Pramuka!” katanya sambil memanggil pembina yang lainnya dan
men datangi saya dengan tuduhan telah menghina Pramuka.
Bulan
Juli 2006 ini di Bumi Perkemahan Kiarapayung, Sumedang, Jawa Barat, akan
diselenggarakan Jambore Nasional Gerakan Pramuka. Mudah-mudahan
pertemuan ini menjadi ajang standaridisasi keterampilan atau kemahiran
serta strategi latihan dan pembinaan. Latihan bersama anggota Pramuka
dalam Jambore itu mudah-mudahan dapat mengasah keterampilan dasar
kepramukaan sehingga dapat dikuasai dengan baik.
Dalam Jamnas
ini semoga terjadi reverberasi, aktivitas yang dapat menimbulkan gema
reposisi dan revitalisasi Ge rakan Pramuka. Kalau tidak, saat pulang ke
daerahnya, Pramuka tetap mengalami nasib tragis, walau pembinanya mulai
lurah hingga bupati atau gubernur!***
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungannya, Tinggalkan komentar untuk perbaikan blog ini.
Pilih "Nama/Url" kalau tidak punya akun google